Cikal bakal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah ada jauh sebelum tanggal peresmiannya. Pada tahun 1911, terbentuklah perhimpunan bernama Vereniging Van Indische Artsen, yang kemudian berubah menjadi Vereniging Van Indonesische Geneeskundige (VIG). Organisasi ini berfungsi sebagai wadah untuk menyuarakan pendapat dan memperjuangkan hak-hak dokter di Hindia Belanda, termasuk menyetarakan dokter Belanda dan pribumi dari segi ilmu dan gaji.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1943, VIG dibubarkan dan digantikan oleh Jawa Izi Hooko-Kai, sebuah organisasi dokter di bawah kendali pemerintah Jepang.
Setelah kemerdekaan Indonesia, semangat untuk memiliki organisasi dokter nasional yang mandiri kembali membara. Pada tanggal 30 Juli 1950, dibentuklah Panitia Muktamar Dokter Warganegara Indonesia (PMDWNI) yang diketuai oleh Dr. Bahder Djohan. Panitia ini bertugas menyelenggarakan muktamar pertama.
Muktamar tersebut akhirnya diselenggarakan pada tanggal 22-25 September 1950 di Deca Park. Hasilnya, Dr. Sarwono Prawirohardjo terpilih sebagai Ketua Umum IDI pertama. Kemudian, pada tanggal 24 Oktober 1950, Dr. R. Soeharto atas nama Pengurus IDI bersama pengurus lainnya (Dr. Sarwono Prawirohardjo, Dr. R. Pringgadi, Dr. Puw Eng Liang, Dr. Tan Eng Tie, dan Dr. Hadrianus Sinaga) menghadap notaris R. Kadiman untuk mencatatkan pembentukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) secara hukum. Tanggal 24 Oktober inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun IDI dan Hari Dokter Nasional.
Evolusi dan Peran IDI dari Masa ke Masa
Sejak awal berdirinya, IDI memiliki tujuan utama untuk memadukan segenap potensi dokter Indonesia, menjaga dan meningkatkan harkat dan martabat serta kehormatan profesi kedokteran, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, serta meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat dan sejahtera.
Beberapa poin penting dalam evolusi dan peran IDI:
- Awal Kemerdekaan (1950-an): IDI fokus pada konsolidasi organisasi di tengah keterbatasan sumber daya medis dan tenaga dokter pasca kemerdekaan. IDI bekerja sama dengan pemerintah untuk memperbaiki akses kesehatan dan memperkenalkan program kesehatan masyarakat.
- Pembentukan Kode Etik Kedokteran (1969): IDI menyelenggarakan musyawarah nasional yang menghasilkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yang menjadi acuan utama bagi praktik kedokteran yang bermoral dan beretika.
- Pengembangan Spesialisasi: IDI menjadi rumah besar yang menaungi berbagai perhimpunan dokter spesialis (PDSp), perhimpunan dokter seminat (PDSm), dan kolegium ilmu kedokteran. Ini menunjukkan komitmen IDI dalam mengembangkan pendidikan dan keilmuan di berbagai bidang spesialisasi.
- Pengakuan Resmi (UU No. 29 Tahun 2004): Undang-Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 mengukuhkan IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi bagi dokter di seluruh wilayah Indonesia. Ini memberikan IDI peran strategis dalam pembinaan dokter di Indonesia, termasuk dalam hal registrasi, lisensi, dan pembinaan etika.
- Peran dalam Kebijakan Kesehatan: IDI tidak hanya menjadi pelindung profesi kedokteran, tetapi juga mitra penting pemerintah dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan kesehatan yang berdampak langsung pada masyarakat.
- Tantangan Pandemi dan Bencana: IDI selalu berada di garis depan dalam menghadapi krisis kesehatan, termasuk pandemi COVID-19, di mana banyak dokter yang gugur dalam tugas.
Era Modern dan Tantangan Masa Depan
Di era modern, IDI terus beradaptasi dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi. Beberapa aspek penting dalam evolusi IDI di era modern meliputi:
- Pemanfaatan Teknologi Digital: IDI semakin terlibat dalam pemanfaatan teknologi dalam mendukung profesionalisme dokter, seperti program pelatihan berbasis digital, webinar, dan rekam medis elektronik.
- Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kompetensi: IDI berupaya meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran, baik pendidikan dokter umum maupun spesialis, serta memastikan dokter terus mengembangkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
- Kesehatan Mental Dokter: IDI semakin memberikan perhatian serius terhadap isu kesehatan mental dan burnout di kalangan dokter, mengingat beban kerja dan tuntutan profesi yang tinggi.
- Perubahan Regulasi (UU Kesehatan 17/2023): Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang baru-baru ini disahkan membawa dampak besar terhadap peran dan wewenang organisasi profesi, termasuk IDI. Semula IDI adalah satu-satunya organisasi profesi dokter yang diakui negara dan memiliki peran besar dalam memberikan rekomendasi praktik dokter serta penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan. Namun, UU ini membuka kemungkinan adanya lebih dari satu organisasi profesi dokter dan memangkas beberapa wewenang IDI. Ini menjadi tantangan baru bagi IDI untuk tetap eksis dan relevan di masa mendatang.
- Kontribusi Sosial dan Kemanusiaan: IDI secara aktif terlibat dalam berbagai misi kemanusiaan dan program pengabdian masyarakat, menunjukkan komitmennya terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia.
Secara keseluruhan, perjalanan Ikatan Dokter Indonesia adalah cerminan dari dinamika perkembangan dunia kedokteran di Indonesia dan peran vital profesi dokter dalam pembangunan bangsa. Dari perjuangan awal untuk menyatukan dokter hingga adaptasi di era digital dan perubahan regulasi, IDI terus berupaya menjaga martabat profesi, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.